Mr.PHP come back again
“Dorrr, ngelamunin apaan sih?”
Tanyanya.
“Nggak, nggak ngelamun kok hanya
mengingat masa lalu saja.” Sambil menunduk.
“ Masalah Gilang atau Awan?”
“Apa? Awan? eh iya Awan
dimana ya sekarang, itu cowok yang
sering membuatku menangis kan. Inget gak vi?” Berbicara antusias.
“Hahaha, iya bener banget. Kata temanku dia masuk Universitas ini juga
tau Ta!” Mencoba menjelaskan.
“Hah? yang bener waktu MOS kok gak ketemu dia sih? dia jurusan apa?
terus nge-kos dimana?”
“Hmm, mau tahu banget ya. Bukannya kamu sudah tidak memperdulikannya
lagi? malahan sekarang antusias banget nanyain Awan.”
“Ya, ingin tahu saja, namanya juga masa lalu gak ada salahnya kan?”
“Iya sih, dia masuk Teknik Sipil Ta, dia nge-kos deket rumah tante kamu,
kata temanku seperti itu.”
“Apa? kamu gak salah dapet info? kenapa harus aku lagi sih yang
berhubungan dengannya.” Dengan mimik wajah merengut.
“Haha, mungkin aja kalian jodoh Ta. Terus kalau kamu dengan Awan menyatu
gimana? Gilangnya mau dikemanain. ”
“Buanglah Gilang pada tempatnya lah, hahaha.” Retta tertawa lepas.
“Gila kamu, maksudnya buang di tempat sampah?”
“Ih, hanya bercanda kok di anggap serius sih. Gilang itu masa depan tapi
semu, sedangkan Awan itu masa lalu tapi nyata.”
“Sok puitis kamu Ta ” Vika beranjak pergi
sambil memilih buku didepannya.
“Yee, biarin suka-suka aku.” Sambil
menjulurkan lidah ke arah Vika.
Akhirnya mereka memilih untuk membaca novel remaja yang sekarang ini
digandrungi kalangan remaja dan ABG.
“Ta,
ini novelmu sudah cetakan yang keberapa? kok aku tanya sama mamas yang punya
toko bukunya sudah habis, dan bulan ini belum dikirim dari percetakan.”
Sahutnya.
“Kalau
tidak salah sudah cetakan ke-5. Mungkin minggu depan baru dikirim dari
percetakan.”
“
Oke, aku mau beli buat temanku Ta, dia penasaran sama novel kamu katanya.”
“
Waah, jadi terharu deh mendengarnya.” Wajah Retta memerah.
Keheningan menyelimuti mereka berdua, masing-masing dari mereka sudah
fokus pada buku yang mereka pegang. Tiba-tiba pintu toko terbuka dan angin
menghembus kencang ke arah Retta, dengan refleks dia menoleh kearah pintu.
“Ya ampun Awan, ternyata benar dia
ada di Jakarta, ngapain dia disini!”
Akhirnya
Retta memutuskan untuk mendengar percakapan Awan dengan staff kasir.
“Pak ada novel yang judulnya sunset ? Pengarangnya Retta pak. ”
“Maaf dek novelnya
habis dari kemarin, mungkin satu minggu lagi baru ada dek.”
“Yah, gitu ya pak. Terima kasih, saya pamit dulu.” Pulang dengan hati kecewa.
“Iya dek, eh dek penulisnya ada di toko ini loh, dia lagi baca novel di
ruang belakang. Kamu salah satu penggemarnya?”
“Iya benar pak, dia Retta Naura Anjani? Dia ada disini?”
“Iya dek”
“Baik pak terima kasih banyak.” Menahan rasa gembira di hatinya.
Tiba-tiba novel yang Retta pegang terjatuh dan saat itu Awan menoleh ke
arahnya, tanpa menunggu lama Retta langsung mengeluarkan jurus seribu langkah
alias lari. Akhirnya Awan berhasil mengejar Retta dan sesaat kemudian mereka
terdiam, hening tanpa suara. Hanya terdengar alunan lagu secondhand serenade yang
berjudul fall for you.
“Ta, kenapa kamu lari? kamu masih
marah sama aku?”
“Oh tidak aku hanya kaget melihatmu
secara tiba-tiba disini.” Wajah Retta pucat pasi.
“Kamu sakit Ta? aku anterin pulang
yah? ” Menunjukkan sikap perhatian.
“Tidak usah, aku bisa
pulang sendiri. Maaf permisi.” Retta menahan tangisnya sambil berlari.
Ketika di perjalanan menuju rumah Retta tidak bisa menahan tangisnya
lagi, tangisnyapun pecah dia tidak bisa melihat Awan memperhatikannya, Retta
takut dia akan suka dengan Awan lagi dan kemudian akan sakit hati kedua
kalinya. Karena dulu Awan pernah menjadi bagian masa lalu yang akan Retta ingat
selamanya jauh sebelum Retta mengenal Gilang di kehidupannya. Retta teringat
bahwa tadi dia meninggalkan Vika tanpa memberitahunya dulu.
“Mati aku, Vika pasti
marah deh. Kok bisa lupa sih.” Retta panik.
“Pak putar balik ya, ke toko buku yang tadi.” Retta memukul pundak supir
taksi itu.
Sesampainya disana Retta melihat Awan sedang berbicara dengan Vika di
cafe depan toko buku itu, dia bisa mendengar jelas kalau Awan sedang berbicara
sesuatu tentangnya kepada Vika dan sangat tidak disangka bahwa Awan sedang
menangis. Hati Retta luluh, ingin sekali rasanya mendekati mereka berdua namun
dia tidak berani. Sampai akhirnya Vika melihat Retta yang berdiri terpaku di
bawah pohon kemudian Awan menoleh dan beranjak mendekatinya.
“Kamu tadi kemana ? belum pulang?” Tanyanya.
“Belum, mata kamu kenapa? habis
nangis? ” Ucapnya ragu-ragu.
“Ah tidak, hanya kelilipan
saja. Ke cafe yuk bareng aku sama Vika.” Sambil menggandeng tangan Retta.
“Kemana aja sih Ta, kok ninggalin aku tadi.” Ucap Vika.
“Oh, tadi aku beli obat dulu di apotek. Habis itu aku langsung kesini
lagi.”
“Oh gitu, kamu sakit Ta? nanti pulangnya biar kamu dianterin sama Awan
ya biar aku pulangnya naik taksi aja.”
“Iya deh Ka.” Retta pasrah mengikuti instruksi dari Vika.
Saat di
mobil Retta hanya diam, dia tidak berani memulai percakapan duluan dengan Awan.
Sampai akhirnya Awan yang memulai percakapan yang hening itu.
“Ta, aku mau ngejelasin
masalah kita beberapa tahun yang lalu. Maaf kalau aku menyakitimu selama itu,
maafkan aku yang terlalu bodoh menjauhimu dan menghindar darimu tanpa aku
memberi tahu apa penyebabnya.”
“Sudahlah itu semua masa
lalu jangan kamu sesali yang sudah terjadi, tapi aku hanya ingin tahu mengapa
saat itu kamu berbuat itu padaku. Apakah aku berbuat salah?”
“Tidak Ta, kamu tidak salah aku terlalu pengecut untuk berbicara padamu
kalau aku sangat menyukaimu dan ingin sekali rasanya kamu menjadi pacarku.”
“Kenapa baru sekarang kamu berbicara seperti ini, apakah kamu tahu bagaimana
perasaanku saat itu. Sakit rasanya wan!
sakit Awan.” Retta berteriak.
“Maafkan aku Retta, aku mencarimu sampai ke Jakarta untuk menebus kesalahanku
di masa lalu Ta. Kamu mau maafin aku?”
“Semudah itukah kamu bilang maaf? sebenarnya kata maaf saja belum cukup
untuk mengobati luka selama beberpa tahun ini tapi aku hanya manusia biasa aku
menyadari bagaimana perasaanmu dan aku juga sudah memaafkanmu sebelum kamu
berbicara kepadaku.” Sambil mengusap air mata.
“Terima kasih Ta, aku menyadari kesalahanku dan aku akan memperbaiki
kesalahanku padamu.”
“Apa maksudmu? Memperbaiki kesalahan bagaimana? Aku tidak mengerti.”
Menatap lugu ke arah Awan.
“Kamu tidak berubah Ta, tetap saja bertingkah seperti orang lugu.”
Tertawa menggelitik.
“Tertawa saja terus,
kamu juga tidak berubah sama saja seperti dulu selalu menertawai aku.” Memasang
wajah kesal.
“Baiklah, aku akan jujur denganmu. Kamu mau gak jadi pacar aku? Aku
serius Ta.”
Retta terdiam dan termangu mendengar ucapan Awan, namun fikirannya
melayang pada beberapa tahun yang lalu. Awan hanyalah masa lalu yang nyata dan
awalnya Awan hanyalah sahabat dan sampai akhirpun harus tetap menjadi sahabat
dan tidak lebih dari itu.
“Maafkan aku Wan, aku tidak bisa.
Aku hanya sahabatmu dan akan terus menjadi sahabat terbaikmu bukankah kita
menyadari bahwa di dalam persahabatan itu apabila ada cinta itu akan membuat
persahabatan kita hancur. Dan aku tidak mau terjadi yang kedua kalinya pada
kita, tolonglah mengerti Wan.”
“Baiklah aku mengerti Ta, jadi kita
tetap bersahabat?”
“Iya Awan.” Retta tersenyum bahagia.
Mission of love
Retta
dan Awan menjadi sahabat kembali dan mereka terlihat lebih akrab dan tidak
canggung. Bila salah satu dari mereka ada masalah pasti selalu diceritakan dan
tidak ada yang disembunyikan.
“Ta, kamu kenapa? Kok
terlihat tidak bersemangat sih. Ada masalah ya ceritain dong?” Penasaran
mendengar cerita Retta.
“Tidak ada tuh, aku gak ada masalah apa-apa.”
“Aku kenal kamu sudah
lama Ta, jadi aku tahu semua tentang kamu. Mata kamu itu tidak bisa bohong.”
Menatap Lirih.
“Sok tahu kamu Wan, aku
baik-baik saja Awan.”
“Baiklah kalau kamu tidak mau cerita, aku tidak memaksa.”
Setelah
percakapan itu, Awan pergi meninggalkan Retta sendiri di taman karena Awan
sedang ada jam mata kuliah perencanaan bangunan terpaksa kali ini Retta harus
menunggu Awan ditempat yang sepi. Retta mengeluarkan buku hariannya dan menulis
apa yang ada dipikirannya saat ini.
Perlu waktu lebih lama untuk mengartikan apa
itu cinta
Perlu waktu lebih lama untuk mengartikan apa
itu bahagia
Perlu waktu lebih lama untuk mengartikan
sebuah rasa
Perlu waktu lebih lama untuk mengartikan apa
itu sebuah kesedihan
“Hei lagi ngapain Ta?” Tanyanya.
“Tidak, lagi nungguin kamu aja.”
(sambil meletakkan buku hariannya di dalam tas).
“Oh yasudah, kita pergi ke kantin
aja Ta.” Awan menggandeng tangan Retta.
Tiba-tiba buku harian Retta terjatuh dari dalam tasnya dan Awan
melihatnya namun Retta sudah pergi duluan ke kantin dan Awan menggambil buku
itu, dia bermaksud untuk mengembalikannya pada Retta tetapi buku itu terbuka
dan dia melihat secarik foto Retta dan dirinya serta dia melihat kertas
berwarna biru yang tidak sengaja dibacanya, isinya membuat Awan menyadari
betapa sakit hatinya saat ini.
Tuhan,
apakah ini rasanya disakiti orang lain?
Apakah
ini rasanya sakit hati?
Apakah
ini rasanya jatuh cinta?
Apakah
ini rasanya sakit hati kembali?
Bahagia
itu tidak ada, itu hanya kata kias yang membuat kita terlena akan artinya
Awan
telah banyak membuatku mengeti apa itu sebuah kepedihan
Dan
hanya hujanlah yang bisa mengobati kepedihanku saat ini
Setelah membaca kalimat demi kalimat yang ada di dalam buku itu Awan
menyadari bahwa perbuatannya telah membuat Retta terluka dan memberikan
kepedihan yang mungkin sampai saat ini masih terus diingatnya.
“Maafkan aku Retta, maafkan aku.” Awan mendesah sambil berlari ke kantin
menemui Retta.
“Retta, ini bukumu tadi terjatuh di lantai.”
“Ya ampun, Terima kasih Awan. Untung kamu yang lihat ya kalau orang lain
yang ngambil kan bisa gawat.”
“Iya, kamu jangan ceroboh dong sembarangan meletakkan buku harian yang
isinya pribadi.”
“Maaf deh Wan, heehee”. Retta tertawa.
“Kamu tidak membacanya kan?”
“Ah, tidak mungkin, aku tidak berani membaca hal pribadimu disitu.”
“Baiklah kukira kamu
lancang membukanya.”
Awan tersenyum simpul kearah Retta dan dalam hatinya bicara apakah prilakunya
salah yang sudah lancang membaca masalah
pribadi Retta dan dia tidak mengakuinya namun dengan dia membacanya, Awan
mengetahui sebuah kebenaran yaitu dia telah menyakiti wanita yang dia cintai
dan itu yang membuatnya merasa bersalah.
“Ta, maafkan aku ya.”
Menatap Retta tajam.
“Kenapa
kamu tiba-tiba meminta maaf? Aku tidak merasa kalau kamu melakukan kesalahan
denganku.”
“Aku merasa bersalah Ta, aku salah sama kamu. Aku
sudah menyakitimu terlalu dalam sampai dengan saat ini aku yakin kamu tidak
pernah melupakannya.”
“Sudahlah aku sudah memaafkanmu, kamu sahabatku dan
aku sudah melupakan semua masalah itu. Bukankah kamu sudah berulang kali meminta maaf padaku.”
Awan menunduk dan mencerna semua perkataan yang dibicarakan Retta
walaupun dia sudah memaafkannya namun Awan telah membuat luka yang sangat besar
dan tidak mudah melupakannya begitu saja.
“Awan aku ingin
menceritakan suatu kisah.”
“Kisah apa Ta? kisah cinta kamu?.”
“Aku serius Wan.”
“Baiklah ceritakan saja padaku.”
“Kamu ingat dongeng menunggu bintang
diujung pelangi?”
“Iya ingat kok, bintang
yang menunggu pelangi datang di negeri dongeng dan harapannya pupus karena
pelangi itu tidak akan pernah datang.”
“Ternyata kamu masih ingat dongeng itu.”
“Tentu saja aku ingat karena dongeng itu yang telah membuat kita menjadi
sahabat dekat sampai saat ini.”
“Kamu pernah mencerna apa maksud dari dongeng itu? kalau menurut aku itu
sebuah cinta sejati, putri bintang yang berjuang hidup agar bertemu dengan sang
pangeran yang hanya datang pada saat pelangi datang dan dia hanya bisa melihat
sang pangeran pergi dari kejauhan.”
“Terus apalagi menurut kamu Ta, ayo lanjutkan saja.”
“Baiklah, aku berfikir bagaimana perasaan putri bintang yang
ditinggalkan sang pangeran dengan memberi harapan kosong kepada putri bintang.
Itu sangat menyakitkan menunggu dan hanya menunggu tanpa ada kepastian, sangat
miris sekali.”
Awan
hanya merenung mengartikan perkataan Retta, mungkin Retta sedang memberi
pelajaran batin kepadanya. Awan hanya bisa menghela nafas panjang.
“Ah, Sudahlah ini hanya dongeng saja. Mana mungkin ada di dunia nyata,
ayo kita pergi Wan.”
“Ayok Ta.”
Ada satu hal yang membuat dirinya gelisah dan masih perlu di cari tahu
kebenarannya. Ini adalah masalah Gilang, jujur saja Retta masih menaruh harapan
kepadanya. Retta sudah terlanjur menyukai Gilang karena Gilanglah yang membatu
Retta melupakan masa lalunya bersama Awan. Keesokan harinya dia meminta bantuan
Awan untuk menjadi pacar sementaranya karena Retta tahu bahwa Gilang dan Awan
ada di jurusan yang sama.
“Awan, bantuin aku ya? kita
sahabatan kan? ayo dong.” Retta menatap Awan.
“Aku masih gak rela Ta, kamu dengan
orang lain.” Awan pura-pura sedih.
“Yah, kamu gak mau
lihat aku bahagia? tolong dong bantuin ya? kita pacaran bohongannya cuma
sebentar kok, hanya sampai aku tahu Gilang itu sudah punya pacar apa belum?”
Memasang muka berharap.
“Bukannya kamu sudah
tau kalau dia sudah punya pacar, kan kamu yang cerita sama aku. Kok sekarang
mau mencari tahu lagi Ta?”
“Aku hanya penasaran,
aku tahu Wan dia itu orangnya seperti apa jadi aku kurang yakin aja sama
teman-temanku yang bilang kalau dia sudah punya pacar, mau bantuin aku gak sih?”
Emosi Retta mulai meninggi.
“Jangankan hanya menjadi
pacar sementaramu, selamanya pun aku mau Ta. Aku mau jadi pacar kamu, ternyata
benar apa katamu bahagia itu sederhana melihat kamu begitu bahagia bersama
Gilang aku pun merasa lebih bahagia.” Ucapnya dalam hati.
“Kok bengong sih? Jadi kamu mau
bantuin aku? ” ucapnya.
“Hmm, oke deh sahabatku yang cantik.
” Awan mencoba tersenyum.
“Makasih Awan.” Retta mencubit pipi
Awan.
Retta begitu bahagia namun sebaliknya Awan merasa ini adalah sebuah
karma yang sedang mengejarnya, karma karena telah mensia-siakan Retta. Kini dia
mengerti akan artinya kebahagiaan. Apabila kita menyukai seseorang katakanlah
janganlah kita memendamnya begitu saja, bukankah kita tidak tahu apa yang
dirasakannya tanpa memberi tahunya dahulu. Penyesalan akan selalu datang belakangan.
Lalu awan merobek kertas yang ada di tas nya dan dia mulai menulis sesuatu.
Begitu rasanya melihat orang yang kita cintai
memilih mencintai orang lain dibandingkan diri kita sendiri, memang salahku
yang mensia-siakannya di masalalu. Saya yang menyatakan cinta namun karena saya
takut, saya menjauh darinya sampai saya tidak tau bahwa dia ternyata menyukai
saya dan selalu menunggu terus menunggu saya dan akhirnya dia lelah menunggu
seseorang yang tak pasti. Maaf saya telah menjadi seorang yang penakut, maaf
saya telah memberi kenangan yang buruk padamu. Maaf saya telah membuat hatimu
terluka
dan maaf
saya telah membuatmu menunggu terlalu lama
A
Setelah
menulis apa yang dia rasakan dikertas itu kemudian disimpannya di tas, dia
melihat Gilang yang sedang lewat didepannya.
“Gilang mau kemana? aku ikut ya?”
Sapa Awan.
“Ke perpustakaan Wan, yakin kamu mau ikut? ” Tanyanya menyelidik.
“Weh iya lah bro, yok.” Sambil memukul pundak Gilang.
Sesampainya
disana Awan melihat bahwa di perpustakaan juga ada Retta yang sedang memilih
buku astronomi. Dan saat itu Awan tahu apa yang harus dilakukannya.
“Mau aku bantuin mengambilkan
bukunya, sayang? ” Ucapnya.
“Ah tidak usah terima
kasih aku bisa sendiri kok, kamu jadi temenin aku nyari tugas kan Wan hari ini?
”
“Iya, tentu saja. Eh
Retta kenalin ini teman aku namanya Gilang dia kakak kelas kita waktu SMA loh,
lang kenalin ini Retta pacarku.” Awan
berbicara sambil memperhatikan reaksi temannya itu.
Tangan
Gilang seolah-olah beku tidak bisa bergerak, hatinya perih, bibirnya pun kelu
tidak bisa berbicara sepatah katapun, wajahnya pucat pasi dan sedang berusaha
menyembunyikan sikapnya yang aneh, Gilang mencoba tersenyum dan menyapa Retta.
“Ah iya apa kabar Retta, lama tidak
bertemu? ” Berusaha untuk tetap tegar.
“ Oh, Alhamdulillah baik.” Tersenyum
simpul.
“Kalian sudah saling kenal?” Tanya
Awan.
“Iya, sering ketemu di perpustakaan
dulu.” Mencoba menjelaskan.
“Wah berarti kita bisa
pergi sama-sama ya bawa pacar jalan-jalan lang.” Pertanyaan Awan sudah
mendekati sukses.
“Oh maaf Wan aku masih jomblo belum
ada pacar.” Gilang menunduk.
Retta menerka-nerka bagaimana perasaan Gilang saat ini, apakah dia sedih
ataukan dia bahagia melihatku bersama Awan. Kejadian hari ini membuat Retta
pusing memikirkan apa yang harus dia lakukan sekarang, melanjutkan sandiwara
ataukah berkata jujur bahwa dia hanya pura-pura pacaran dengan Awan agar Retta
tahu Gilang tidak berpacaran dengan wanita manapun. Tak lama setelah kejadian
di perpustakaan tadi Awan berniat menghampiri Gilang untuk berbicara apa yang
sebenarnya terjadi.
“Hei Gilang.” Awan menghampirinya.
“Kenapa Wan?” Menatap curiga.
“Kamu suka ya sama
Retta?” Awan langsung menanyakan inti dari pembicaraannya kali ini.
“Aku sangat menyukainya
Wan, dari dulu hingga saat ini aku selalu menunggunya namun aku tidak ada
keberanian untuk mengatakannya. Sampai akhirnya Retta sudah bersamamu dan aku
tidak akan mengganggumu dengannya.” Ucapnya dalam hati.
“Tidak, aku tidak menyukainya, kenapa kamu bertanya seperti itu? ”
“Yakin? aku hanya bertanya.” Awan menganggukkan wajahnya.
“Oh, aku kira kenapa.”
Tiba-tiba
suasana hening antara mereka, akhirnya Awan memutuskan bahwa ini adalah waktu
yang tepat untuk mengatakannya.
“Sebenarnya aku hanya
pacar sementaranya Retta, kami hanya sandiwara menjalani hubungan ini,
sejujurnya aku menyukai Retta namun Retta menyukai orang lain yaitu kamu Gilang.
Dulu kamu di gosipkan berpacaran, pada saat itu Retta sedih dan saat ini dia
yakin bahwa kamu menyukainya dan Rettalah yang memintaku untuk membantunya
mencari tahu bahwa kamu sudah mempunyai pacar atau belum.” .
“Benarkah? apa yang
kamu bilang itu benar Wan? kamu tidak berbohong?” menatap tajam kearah Awan.
“Apa untungnya aku
berbohong lang, saranku sebaiknya kamu menyatakan isi hatimu sekarang kalau
tidak mungkin kamu akan menyesal sepertiku dulu.”
“Terima kasih Wan, kamu memang teman
terbaikku.”
“Cepat temui Retta di kantin, dia
sendirian tuh cepetan.”
“Oke,
thanks youre the best Wan.”
Sesampainya Gilang dikantin, dia melihat Retta sedang duduk sambil
memainkan sedotan di tangannya. Tidak berubah Retta masih seperti Retta yang
dulu lucu, periang, dan selalu membuat Gilang terpesona apabila sedang
menatapnya.
“Boleh aku duduk disini.”
“Oh boleh saja, tumben sekali kamu
ingin berbicara denganku?”
“Ada sesuatu hal penting
yang mau aku bilang ke kamu?” Gilang menarik nafas dalam-dalam.
“Mau bilang apa, bilang aja.”
Menatap penuh pertanyaan.
“Retta aku........”
Mengucapkan dengan terbata-bata
“Akuuu apa Gilang ?mau makan sesuatu?” Tatap Retta bingung
“Aku suka sama kamu dari dulu sampai sekarang aku suka sama kamu, kamu
mau jadi pacar aku.” Gilang berbicara dengan cepat sehingga Retta hanya sedikit
menangkap apa yang dikatakannya.
“Maaf Lang suaramu terlalu cepat saya tidak teralalu mendengar suaramu?
Boleh kamu ulang sekali lagi?” Goda Retta dengan nada bijak.
“Akuuuu sukaaa samaaa kamuuuu, kamuuu mauuu jadiii pacarr akuu Retta
Nauraaa Anjaniiii?” Eja Gilang dengan nada jelas dan lantang kemudian dia
menundukkan kepalanya.
“Sudah deh jangan
nunduk terus, tapi maaf ya aku gak bisa...” dengan suara yang dibuat-buat.
“Oh begitu ya, maaf telah mengganggu waktumu karena pengakuanku yang
tidak penting ini” Ucap Gilang lirih
“Saya belum selesai berbicara Lang maksud saya itu saya tidak bisa
menolakmu begitu saja karena saya juga suka sama kamu dan saya mau jadi pacar
kamu.” Sambil tersenyum.
“Serius? aku tidak salah dengar kan Ta?” Menatap Retta tidak percaya.
“Nggak kok kamu tidak salah mendengar dan aku serius.”
“Makasih ya Ta, akhirnya perjuanganku selama ini gak sia-sia, kamu tahu
kan aku sudah diterima di Universitas di Lampung tapi setelah aku tahu kamu kuliah di Jakarta, aku jadi termotivasi buat
diterima disini. Dan akhirnya semua terwujud.”
“Iya, makasih juga kamu sudah rela jauh-jauh buat menyusul aku ke Jakarta.
Kamu masih ingat tidak buku RA. Kartini yang kita baca waktu di SMA dulu.”
“Ah aku ingat yang judulnya habis gelap terbitlah terang kan?” Jelasnya.
“Buku itu sangat memberi pelajaran berharga bagiku.”
“Ya, seperti novelmu juga yang telah membuat aku percaya bahwa tidak
selamanya gelap itu tidak ada cahaya dan
tidak selamanya terang itu tidak ada kegelapan.” Sambil menatap kearah Retta.
Semua masalah selesai dan Retta pun kini bahagia dengan Gilang,
sedangkan Awan juga bahagia melihat mereka bersatu. Retta pernah bilang bahwa
Gilang itu adalah masa depan tapi semu
dan Awan adalah masa lalunya tapi nyata, semua ucapan Retta mempunyai arti yang
mendalam. Habis gelap terbitlah terang, itulah ungkapan Retta saat ini. Terima
kasih Awan kau telah memberi gelap dalam hidupku dan terima kasih Gilang kau
telah menutup gelap itu dengan memberi sepercik cahaya terang di dalamnya.