Masa Taaruf Kampus
Suasana sepi senyap, rindang pepohonan seolah
menari dihembus angin yang datang. Pagi yang dingin seakan menusuk di badan. Seorang
anak perempuan yang sedang duduk memperhatikan orang-orang yang lalu lalang di
jalan, anak itu bernama Retta. Dia mahasiswi Universitas Swasta di Jakarta, dia
gemar membaca dan sedikit pendiam.
Hari ini adalah hari pertama dia
berkuliah di universitas yang dia idamkan selama ini, berkat kerja keras yang
dia lakukan akhirnya impiannya tercapai untuk bisa masuk ke jurusan Psikologi
yang menjadi jurusan terfavorit kedua setelah jurusan Kedokteran dan sekarang
dia sedang menjalani masa orientasi mahasiswa yang sering kita sebut ospek.
“Kenapa kampus sebesar ini gak ada orangnya ya? Padahalkan ini sudah jam
6.30 dan seharusnya ramai orang disini, apa saya kepagian atau gimana sih?”
Gumamnya dalam hati.
Sejenak
dia berfikir dan melangkah menuju salah satu panitia yang sedang berdiri di
hadapannya.
“Maaf kak ospeknya dimulai kapan ya? Saya lihat kok sepi ya disini hanya
ada panitia saja?” Bertanya dengan ragu.
“Ospeknya sudah dimulai 5 menit yang lalu dek di fakultas masing-masing,
kamu langsung kesana saja.”
“Aduh gawat deh, makasih ya kak atas infonya.” Tanpa menunggu respon
sang panitia Retta sudah pergi ke fakultasnya.
Selama
perjalanannya menuju fakultas Psikologi, dia merasa gelisah takut dimarahi oleh
kakak tingkat atau malah dikerjai habis-habisan seperti yang dia tonton di
televisi.
“Bakalan di kerjain nih sama kakak tingkat kalo kayak gini caranya,
nyari fakultasnya aja belum ketemu.” Merasa panik.
Tiba-tiba
dia melihat tulisan yang menunjukkan bahwa itulah fakultas Farmasi, dan dia
melihat ada banyak orang yang sedang berbaris disana.
“Alhamdulillah belum diabsen saya
masih bisa masuk barisan.” Hatinya tenang.
Dan
hari pertama kuliahpun sudah dijalani dengan baik dan seiring berjalannya waktu
Retta bisa beradabtasi dengan baik dan mempunyai banyak teman.
Masalalu Retta
1 month later .......
Pada suatu hari Retta pergi ke perpustakaan untuk membaca, diperjalanan
menuju ke sana dia mengingat masa-masa SMA nya dahulu. Apa yang orang bilang
itu benar bahwa masa-masa SMA itu lah yang bisa kita nikmati dan banyak sekali
peristiwa yang kita alami dan menjadi kenangan yang tak terlupakan. Terbesit di
ingatannya tentang 2 nama yang sudah memberikan kenangan buruk dan sudah
membuat Retta kecewa di masa SMA nya. Kemudian, dia melihat seseorang yang
sedang duduk termangu sambil melihat ke arahnya yang sedang memilih buku di
barisan depan.
“Kamu? Kamu kuliah disini?” Ujarnya.
“Iya, baru semester 1 jurusan Psikologi” Retta berbicara.
“Akhirnya cita-cita kamu terwujud untuk masuk jurusan Psikologi di Universitas yang kamu inginkan ya.” (sambil melihat dan
tersenyum kearahnya).
“Alhamdulillah, bukankah kamu yang bilang apabila kita memiliki potensi
dan kita membaginya dengan orang lain serta mendoakan kesuksesan orang lain itu
akan membuat kita meraih kesuksesan.” Mencoba berkata bijak.
“Ternyata kamu masih ingat ucapanku setahun yang lalu.”
“Itu yang membuatku termotivasi untuk mengejar cita-citaku.”
“Baiklah, semoga kamu selalu sukses untuk menjalankan kehidupanmu. Aku
pergi duluan ya.” (sambil melambaikan tangan).
“Iya, eh kamu jurusan apa?” Dengan suara berteriak.
“Teknik Sipil” (sambil berlari kearah tangga).
Setelah jam kuliah selesai Retta masih tidak percaya akan kejadian hari
ini, dalam perjalanan pulang Retta merenung, apakah yang dia lihat tadi adalah
seseorang yang dia kenal selama ini dan apakah ini kenyataan ataukah mimpi?
pertanyaan itupun selalu ada di benaknya.
“Dukk Dukk.” Retta Terjatuh.
“ Hei, hati-hati dong kalau jalan.”
Cerutunya.
“Maaf, maaf aku salah.” Retta
menundukkan kepalanya.
Lelaki itu menyadari bahwa yang dia tabrak adalah Retta, adik kelasnya
di sekolah menengah atas dulu dan seseorang yang dia temui di perpustakaan
beberapa jam yang lalu.
“Kamu
tidak apa-apa? ada yang terluka? maaf aku yang salah, aku tidak melihat kamu
menyebrang.” Ujarnya.
Retta
kaget dan langsung beranjak dari aspal, menatap lelaki yang ada dihadapannya
saat ini.
“Hei, kamu tidak apa-apa?” Tanya
lelaki itu.
“Oh tidak apa-apa, maaf aku harus
pergi.” Rettapun berlari meninggalkannya.
Kejadian
yang lainpun sering berlangsung dengan peristiwa yang tak terduga, tanpa
disadari kekosongan itu terisi kembali, tidak ada jarak dan tidak ada waktu
yang bisa memisahkan mereka. Hanya perlu waktu buat mereka bersama lagi.
Teman-teman Retta saat ini sedang
berkumpul di taman kampus yang berada di dekat gedung perpustakaan yang sedang
heboh membicarakan sesuatu yang membuat mereka histeris dan Retta akhirnya
memutuskan untuk mendekatinya.
“Ada apaan sih kok heboh banget ada
artis yang dateng ya?” Gumamnya.
“Yang ini lebih keren
dari artis Ta! sumpah deh gak rugi kamu ngeliatnya, dia anak Teknik sipil.”
Memasang tampang berseri.
“Yang mana sil yang lagi duduk itu ya? Pakai baju garis-garis biru itu?”
(memandang dengan tatapan kaget).
“That’s right, namanya Gilang.
Keren kan orangnya? nah yang disampingnya itu katanya sih pacarnya, gosipnya ya
pacarnya itu yang nembak duluan padahal sayang banget cowok sekeren Gilang
dapet cewek yang gak seberapa cantik. Huh jadi iri nih” ucap salah satu
temannya.
Hati
Retta sakit mendengar pernyataan temannya itu, dia sedih yang awalnya dia ingin
berusaha mendekati Gilang namun harapan itu sirna, baru ingin memulainya
kembali tapi harus pupus sebelum memulainya. Pil pahit harus ditelannya bahwa
pada kenyataannya dia tidak bisa bersama Gilang karena dia punya kebahagiaan
dengan orang lain dan itu bukanlah Retta.
“Mengapa harus seperti ini? kenapa harus
terjadi denganku sekarang? bukankah manusia berhak bahagia.” Angan Retta
berkhayal.
Tanpa sadar Retta mengeluarkan sesuatu dari matanya yang sering kita
sebut air mata, air mata itu tanda dari kelemahan, air mata itu tanda dari
kepasrahan namun bagi Retta air matanya itu adalah tanda kekuatannya menghadapi
masalah. Tiba-tiba Retta tersadar kalau temannya menelponnya untuk meminta
ditemani ke toko buku sore ini. Dengan cepat Retta mengeluarkan ponselnya dari
dalam tas dan menelpon temannya.
“Vi,
maaf aku hampir lupa untuk menemanimu. Tapi sekarang aku lagi di jalan, cepat ya
lima menit harus sudah sampai!”
“Oke,
tapi aku mandi memerlukan waktu dua menit, ganti baju dua menit, sisiran
memerlukan waktu semenit jadi totalnya lima menit. Nah, kalau di total sekitar
delapan menitan deh baru aku sampai disana.”
“Vikaaaaaaaaaa.” Teriak Retta.
“Iya deh aku cepet kok, tunggu aja
ya cantik.” Rayunya.
“Oke, cepetan ya vika.” (sambil
menutup ponselnya).
Saat di toko buku Retta membayangkan beberapa waktu yang lalu ketika dia
mengalami masa-masa di SMA nya dengan kakak kelas yang bernama Gilang. Kakak
kelas yang Retta kagumi, mereka bertemu di perpustakaan sekolah. Retta sangat
penasaran dengan seseorang yang sedang duduk di kursi yang jaraknya jauh dengan
kursi yang lainnya. Sampai akhirnya Retta mencari tahu semua tentangnya mulai
dari nama lengkap, kelas berapa, dimana rumahnya dan mencari tahu nomor
telponnya. Pencariannya telah membuahkan hasil dia mengetahui nomor telpon
Gilang dari temannya, namun dia masih malu untuk menyapa Gilang duluan sampai
akhirnya teman-temannya selalu memaksa kemudian tanpa ragu Retta mengambil
ponselnya dan mengetik sms untuk Gilang.
“Ini Gilang Admadja?”
“Iya ini siapa?”Tanyanya.
“Hmm, mau masuk Universitas mana?”
“Ini siapa, kok pertanyaanku tidak
dijawab?”
“Your
secret admirer”
Awal percakapan yang menimbulkan banyak kenangan sampai dengan sekarang.
Sejak awal Retta sudah menyukai Gilang, namun karena Retta sedang fokus agar
bisa lulus UN dan masuk ke Universitas ternama dia berkorban mengenyahkan
perasaannya untuk kepentingan masa depan dan kebetulan saat itu dia masih ragu
apakah dia menyukai Gilang atau Awan. Sekarang itu semua tidak berguna, Retta
dan Gilang berada di Universitas yang sama hanya terpisahkan gedung-gedung yang
tinggi dan masing-masing dari mereka sudah meraih tujuan yang mereka impikan.
Tapi sepertinya sekarang telah ada jurang yang memisahkan mereka berdua,
ada tembok besar yang menghalangi mereka. Retta tahu bahwa Gilang sesungguhnya
sudah menyukainya sejak dulu tapi Retta pun tahu Gilang adalah tipe orang yang
pemalu dan pendiam, sama seperti dirinya. Retta berfikir apakah seseorang yang
mempunyai sifat yang sama bisa bersatu ataukah tidak? sama halnya dengan
bintang dan pelangi yang tidak bisa bersatu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar