Jumat, 09 September 2016

IF SOMEDAY, YOU LOVE ME (part 2)



Masa Taaruf Kampus
            Suasana sepi senyap, rindang pepohonan seolah menari dihembus angin yang datang. Pagi yang dingin seakan menusuk di badan. Seorang anak perempuan yang sedang duduk memperhatikan orang-orang yang lalu lalang di jalan, anak itu bernama Retta. Dia mahasiswi Universitas Swasta di Jakarta, dia gemar membaca dan sedikit pendiam.
            Hari ini adalah hari pertama dia berkuliah di universitas yang dia idamkan selama ini, berkat kerja keras yang dia lakukan akhirnya impiannya tercapai untuk bisa masuk ke jurusan Psikologi yang menjadi jurusan terfavorit kedua setelah jurusan Kedokteran dan sekarang dia sedang menjalani masa orientasi mahasiswa yang sering kita sebut ospek.
“Kenapa kampus sebesar ini gak ada orangnya ya? Padahalkan ini sudah jam 6.30 dan seharusnya ramai orang disini, apa saya kepagian atau gimana sih?” Gumamnya dalam hati.
Sejenak dia berfikir dan melangkah menuju salah satu panitia yang sedang berdiri di hadapannya.
“Maaf kak ospeknya dimulai kapan ya? Saya lihat kok sepi ya disini hanya ada panitia saja?” Bertanya dengan ragu.
“Ospeknya sudah dimulai 5 menit yang lalu dek di fakultas masing-masing, kamu langsung kesana saja.”
“Aduh gawat deh, makasih ya kak atas infonya.” Tanpa menunggu respon sang panitia Retta sudah pergi ke fakultasnya.
Selama perjalanannya menuju fakultas Psikologi, dia merasa gelisah takut dimarahi oleh kakak tingkat atau malah dikerjai habis-habisan seperti yang dia tonton di televisi.
“Bakalan di kerjain nih sama kakak tingkat kalo kayak gini caranya, nyari fakultasnya aja belum ketemu.” Merasa panik.
Tiba-tiba dia melihat tulisan yang menunjukkan bahwa itulah fakultas Farmasi, dan dia melihat ada banyak orang yang sedang berbaris disana.
            “Alhamdulillah belum diabsen saya masih bisa masuk barisan.” Hatinya tenang.
Dan hari pertama kuliahpun sudah dijalani dengan baik dan seiring berjalannya waktu Retta bisa beradabtasi dengan baik dan mempunyai banyak teman.

Masalalu Retta
1 month later .......
Pada suatu hari Retta pergi ke perpustakaan untuk membaca, diperjalanan menuju ke sana dia mengingat masa-masa SMA nya dahulu. Apa yang orang bilang itu benar bahwa masa-masa SMA itu lah yang bisa kita nikmati dan banyak sekali peristiwa yang kita alami dan menjadi kenangan yang tak terlupakan. Terbesit di ingatannya tentang 2 nama yang sudah memberikan kenangan buruk dan sudah membuat Retta kecewa di masa SMA nya. Kemudian, dia melihat seseorang yang sedang duduk termangu sambil melihat ke arahnya yang sedang memilih buku di barisan depan.
“Kamu? Kamu kuliah disini?” Ujarnya.
            “Iya, baru semester 1 jurusan Psikologi” Retta berbicara.
“Akhirnya cita-cita kamu terwujud untuk masuk jurusan Psikologi di Universitas yang kamu inginkan ya.” (sambil melihat dan tersenyum kearahnya).
“Alhamdulillah, bukankah kamu yang bilang apabila kita memiliki potensi dan kita membaginya dengan orang lain serta mendoakan kesuksesan orang lain itu akan membuat kita meraih kesuksesan.” Mencoba berkata bijak.
“Ternyata kamu masih ingat ucapanku setahun yang lalu.”
“Itu yang membuatku termotivasi untuk mengejar cita-citaku.”
“Baiklah, semoga kamu selalu sukses untuk menjalankan kehidupanmu. Aku pergi duluan ya.” (sambil melambaikan tangan).
“Iya, eh kamu jurusan apa?” Dengan suara berteriak.
“Teknik Sipil” (sambil berlari kearah tangga).
Setelah jam kuliah selesai Retta masih tidak percaya akan kejadian hari ini, dalam perjalanan pulang Retta merenung, apakah yang dia lihat tadi adalah seseorang yang dia kenal selama ini dan apakah ini kenyataan ataukah mimpi? pertanyaan itupun selalu ada di benaknya.
            “Dukk Dukk.” Retta Terjatuh.
            “ Hei, hati-hati dong kalau jalan.” Cerutunya.
            “Maaf, maaf aku salah.” Retta menundukkan kepalanya.
Lelaki itu menyadari bahwa yang dia tabrak adalah Retta, adik kelasnya di sekolah menengah atas dulu dan seseorang yang dia temui di perpustakaan beberapa jam yang lalu.
                “Kamu tidak apa-apa? ada yang terluka? maaf aku yang salah, aku tidak melihat kamu menyebrang.” Ujarnya.
Retta kaget dan langsung beranjak dari aspal, menatap lelaki yang ada dihadapannya saat ini.
            “Hei, kamu tidak apa-apa?” Tanya lelaki itu.
            “Oh tidak apa-apa, maaf aku harus pergi.” Rettapun berlari meninggalkannya.
Kejadian yang lainpun sering berlangsung dengan peristiwa yang tak terduga, tanpa disadari kekosongan itu terisi kembali, tidak ada jarak dan tidak ada waktu yang bisa memisahkan mereka. Hanya perlu waktu buat mereka bersama lagi.
            Teman-teman Retta saat ini sedang berkumpul di taman kampus yang berada di dekat gedung perpustakaan yang sedang heboh membicarakan sesuatu yang membuat mereka histeris dan Retta akhirnya memutuskan untuk mendekatinya.
            “Ada apaan sih kok heboh banget ada artis yang dateng ya?” Gumamnya.
“Yang ini lebih keren dari artis Ta! sumpah deh gak rugi kamu ngeliatnya, dia anak Teknik sipil.” Memasang tampang berseri.
“Yang mana sil yang lagi duduk itu ya? Pakai baju garis-garis biru itu?” (memandang dengan tatapan kaget).
That’s right, namanya Gilang. Keren kan orangnya? nah yang disampingnya itu katanya sih pacarnya, gosipnya ya pacarnya itu yang nembak duluan padahal sayang banget cowok sekeren Gilang dapet cewek yang gak seberapa cantik. Huh jadi iri nih” ucap salah satu temannya.
Hati Retta sakit mendengar pernyataan temannya itu, dia sedih yang awalnya dia ingin berusaha mendekati Gilang namun harapan itu sirna, baru ingin memulainya kembali tapi harus pupus sebelum memulainya. Pil pahit harus ditelannya bahwa pada kenyataannya dia tidak bisa bersama Gilang karena dia punya kebahagiaan dengan orang lain dan itu bukanlah Retta.
“Mengapa harus seperti ini? kenapa harus terjadi denganku sekarang? bukankah manusia berhak bahagia.” Angan Retta berkhayal.
Tanpa sadar Retta mengeluarkan sesuatu dari matanya yang sering kita sebut air mata, air mata itu tanda dari kelemahan, air mata itu tanda dari kepasrahan namun bagi Retta air matanya itu adalah tanda kekuatannya menghadapi masalah. Tiba-tiba Retta tersadar kalau temannya menelponnya untuk meminta ditemani ke toko buku sore ini. Dengan cepat Retta mengeluarkan ponselnya dari dalam tas dan menelpon temannya.
            “Vi, maaf aku hampir lupa untuk menemanimu. Tapi sekarang aku lagi di jalan, cepat ya lima menit harus sudah sampai!”
            “Oke, tapi aku mandi memerlukan waktu dua menit, ganti baju dua menit, sisiran memerlukan waktu semenit jadi totalnya lima menit. Nah, kalau di total sekitar delapan menitan deh baru aku sampai disana.”
            “Vikaaaaaaaaaa.” Teriak Retta.
            “Iya deh aku cepet kok, tunggu aja ya cantik.” Rayunya.
            “Oke, cepetan ya vika.” (sambil menutup ponselnya).
Saat di toko buku Retta membayangkan beberapa waktu yang lalu ketika dia mengalami masa-masa di SMA nya dengan kakak kelas yang bernama Gilang. Kakak kelas yang Retta kagumi, mereka bertemu di perpustakaan sekolah. Retta sangat penasaran dengan seseorang yang sedang duduk di kursi yang jaraknya jauh dengan kursi yang lainnya. Sampai akhirnya Retta mencari tahu semua tentangnya mulai dari nama lengkap, kelas berapa, dimana rumahnya dan mencari tahu nomor telponnya. Pencariannya telah membuahkan hasil dia mengetahui nomor telpon Gilang dari temannya, namun dia masih malu untuk menyapa Gilang duluan sampai akhirnya teman-temannya selalu memaksa kemudian tanpa ragu Retta mengambil ponselnya dan mengetik sms untuk Gilang.
            “Ini Gilang Admadja?”
            “Iya ini siapa?”Tanyanya.
            “Hmm, mau masuk Universitas mana?”
            “Ini siapa, kok pertanyaanku tidak dijawab?”
            Your secret admirer
Awal percakapan yang menimbulkan banyak kenangan sampai dengan sekarang. Sejak awal Retta sudah menyukai Gilang, namun karena Retta sedang fokus agar bisa lulus UN dan masuk ke Universitas ternama dia berkorban mengenyahkan perasaannya untuk kepentingan masa depan dan kebetulan saat itu dia masih ragu apakah dia menyukai Gilang atau Awan. Sekarang itu semua tidak berguna, Retta dan Gilang berada di Universitas yang sama hanya terpisahkan gedung-gedung yang tinggi dan masing-masing dari mereka sudah meraih tujuan yang mereka  impikan.
Tapi sepertinya sekarang telah ada jurang yang memisahkan mereka berdua, ada tembok besar yang menghalangi mereka. Retta tahu bahwa Gilang sesungguhnya sudah menyukainya sejak dulu tapi Retta pun tahu Gilang adalah tipe orang yang pemalu dan pendiam, sama seperti dirinya. Retta berfikir apakah seseorang yang mempunyai sifat yang sama bisa bersatu ataukah tidak? sama halnya dengan bintang dan pelangi yang tidak bisa bersatu.

Tidak ada komentar:

Pengikut